SEORANG kakek yang sudah berusia lanjut tetiba menghilang dari rumah. Lima tahun sudah dia pikun. Setiap hari ingatannya kian menipis. Banyak nama yang terlupakan, ratusan peristiwa sudah terhapus dari memori. Apalagi jalan pulang ke rumah tak mungkin lagi ia menuntaskan tugas itu.

Kini genap empat hari sang Kakek pergi sehingga menerbitkan kepanikan di seisi rumah. Sebar pengumuman, lapor polisi, tanya sana kemari, semua alternatif dicoba, meski hasilnya tetap nihil.ย 

Hingga suatu hari ada saran tak lazim dari tetangga. “Biasanya, kalau tiba-tiba hilang seperti itu, mereka pergi ke tempat masa mudanya,” ungkapnya serius. “Coba cari ke sekolahnya,” tambahnya lagi.

Sambil menunggu hasil pencarian oleh Polisi, beberapa anggota keluarga mengikuti saran absurd sang tetangga. Meskipun jarak ke sekolahnya ratusan kilometer, mereka tetap berusaha walau tak yakin upaya ini berbuah hasil.

Betapa terkejutnya, kakek itu memang benar duduk di pinggir pagar sekolah SMA-nya dulu. Rambutnya acak-acakan, pakaiannya sudah lusuh, dan terlihat lelah. Menurut penjaga kantin sekolah, tiga hari lalu kakek itu datang ke sekolah. Setiap tiba jam masuk sekolah ia ikut serta membuntuti anak-anak sekolah sampai gerbang, lalu menunggu sampai kelas bubar di pinggir pagar. Begitu seterusnya. Warga sudah coba membujuk untuk tidak berdiam diri di situ lagi. Tapi si kakek tak mau turut. Akhirnya warga hanya menganggap si kakek orang gila baru di kampungnya.

Ternyata benar, ingatannya di masa muda belum ikut terkikis. Memori dan waktu seolah terhenti baginya di tempat itu. Sama seperti jam gadang sekolah saya di atas, sejak dua puluhan tahun lalu ia terhenti berputar. Sebuah “penunjuk waktu” yang tak bersedia lagi menjalankan fungsinya. Melihat jam ini, beberapa puluh tahun lagi mungkin ada kakek atau nenek yang tetiba nongkrong di bawah jam itu karena memorinya juga terhenti di situ. He..he..

TINGGALKAN BALASAN