SAAT mentari baru saja terbit. Kerajaan hutan heboh. Ratusan hewan teriak-teriak karena sumber air satu-satunya sudah acak-acakan. Sepertinya malam tadi ada hewan yang sengaja mandi dan ia buang kotoran di tempat yang mereka sakralkan itu. Air yang biasanya tenang dan jernih, pagi ini berubah keruh dan bau.

Selama ini singa sang raja hutan menerapkan aturan bahwa sumber air tidak boleh dikotori oleh siapa pun, apalagi dirusak. Singa juga mengatur jadwal minum hewan agar tidak ada perkelahian yang terjadi di sumber air mereka. Semua hewan patuh akan titah ini sehingga mereka bisa hidup dengan damai.

Singa lantas memanggil semua hewan. Ia mengutarakan kekecewaannya atas insiden sumber air yang sudah terjaga puluhan tahun. Singa meminta setelah pertemuan itu, siapapun hewan iseng yang tadi malam mencederai kenyamanan warga datang mengaku. Sang raja hutan berjanji akan mengampuninya jika berani mengaku jujur.

Tiga hari berselang, tak ada satu pun hewan yang datang mengaku. Babon sang menteri utama datang menghadap raja hutan.

“Bagaimana ini paduka?, tak ada satupun hewan yang mengaku.”

Singa menitahkan untuk menunggu 3 hari lagi. Namun, esok harinya seekor semut melapor kepada Babon. Ia bersaksi malam itu ia melihat Kira, seekor monyet jahil masuk ke kolam sumber air. Si semut bahkan membawa saksi lain, seekor burung pipit. Burung itu pun bersumpah menyaksikan hal yang sama.

Setelah laporan itu Babon teruskan kepada raja hutan, Singa lantas memerintahkan untuk membawa Kira ke hadapannya. Mendapat panggilan dari raja hutan, Kira langsung memutar otak. Ia tak ingin ketahuan sang raja hutan bawah ia sudah melakukan keonaran itu.

Sesampainya di hadapan sang raja hutan, Kira memasang wajah seolah tak mengerti apa-apa.

“Malam itu apa yang kamu lakukan Kira?” tanya raja hutan dengan suara rendah tetapi menggetarkan sanubari.

“Saya tidur di pohon yang mulia.”

“Apakah ada yang bisa bersaksi melihatmu tidur di pohon sepanjang malam?”

“Tidak ada yang mulia, tetapi saya bersumpah tidak merusak sumber air negeri ini.”

“Baiklah kamu boleh pulang,” perintah sang raja hutan.

Babon terheran, ia langsung protes kepada Singa.

“Apa yang paduka lakukan? Kenapa semudah itu melepaskannya?”

“Aku tahu ia pelakunya dan dia berbohong, saya belum beritahu apa duduk perkaranya tetapi Kira sudah mengerti akan disalahkan tentang insiden sumber air kita” kata raja.

“Bukankah ia harus kita hukum?” lanjut Babon.

Singa diam saja. Sejenak kemudian.

“Ia akan menghukum dirinya sendiri, kita tak perlu menjatuhkan hukuman lagi padanya.”

“Maksudnya yang mulia?” Babon gelisah dan kecewa.

“Kita sudah tahu kalau dia pelakunya dan dia berbohong. Artinya, kita tak akan pernah memberi kepercayaan lagi padanya. Kita tidak akan mengundangnya di pertemuan warga. Biarkan ia bermandi derita dengan kebohongannya sendiri. Bila kita menghukumnya, kebohongannya itu akan sirna seiring ia menerima hukuman itu.”

Babon pun mengerti dan menggoreskan nama Kira pada daftar buku hitam kerajaan hutan.


Saat berdusta, selalu lah ingat. Seringkali orang lain sudah mahfum kita berbohong dan membiarkan saja kita bergelimang dosa dengan kebohongan itu. Itulah hukuman yang lebih berat bagi sang pembohong karena ia menggali jerat untuk dirinya sendiri.

Sumber foto: dailymail

TINGGALKAN BALASAN