SEORANG kakek menanti cucunya di stasiun kereta api. Sudah setahun lebih mereka tak bertemu. Ia menanti penuh harap. Semoga kereta tidak terlambat dari jadwalnya.

Beruntung kereta tiba tepat waktu. Kakek itu berdiri dari duduknya. Mencari-cari wajah terkasih yang ia nanti sejam lamanya. Itu dia, seorang anak remaja datang sendiri menemui kakeknya di masa liburan.

Ia datang berlari menemui kakeknya. Mereka berpelukan erat. Sambil mengelus rambut cucu kesayangannya itu, sang Kakek mencium pipinya lalu bertanya kabar. Apakah perjalanan menyenangkan? Bagaimana kabar Ibu dan Bapak? Bagaimana sekolah?

“Selalu menyenangkan datang ke sini Kek, aku rindu pelukan hangat Kakek,” ujar si cucu sambil mereka beranjak pergi dari stasiun itu.

“Cucuku, jangan pernah engkau lupakan momen hari ini. Memeluk adalah tindakan mencintai. Engkau hanya memeluk orang yang kamu cintai. Tak peduli apapun tanggapan orang lain.”

“Apakah kamu enggan memelukku karena Kakekmu ini dulu tentara perang yang sudah membunuh banyak orang? Tidak kan? Kita memeluk karena hati kita tertaut rasa cinta.”

“Begitupun dengan memeluk keyakinan. Tiada guna berdebat masalah agama apa yang kita peluk karena ia kita peluk dengan penuh yakin dan cinta.”

“Agama bukan sekedar pilihan status, melainkan keyakinan yang kita cintai sepenuh hati. Terasa sakit bila orang yang engkau cintai  dicaci maki, begitupun agama. Makanya jangan pernah mendebat keyakinan orang lain. Biarkan kita hidup damai dengan keyakinan masing-masing. Karena, keyakinan yang baik itu tak pernah membunuh. Orang yang terlalu sempit pandangannya lah yang membuat semuanya jadi berantakan.”

***

TINGGALKAN BALASAN