Kosa kata prihatin terlanjur melekat erat dengan SBY, sang presiden yang sudah menjabat dua periode. Pak SBY tidak perlu marah, karena memang di saat SBY memerintahlah kata-kata prihatin kerap meluncur dalam setiap respon-responnya. Terlepas apakah media yang punya andil mengumbar kata-kata itu, tapi yang jelas tak mungkin kata prihatin muncul begitu saja tanpa pernah terucap.   Masalahnya, kali ini frekuensi kemunculan prihatin cukup tinggi.

Ambil beberapa contoh. Ketika mengetahui ada kantor perwakilan Papua Merdeka di Inggris, cuma direspon kecewa dan prihatin (sumber ROL). Mengenai konflik di beberapa negara, seperti Libia, Siria, Timur Tengah, dan Afrika Utara juga sekedar mengundang keprihatinan (sumber okezone). Pun atas nasib sepak bola Indonesia, SBY hanya turut prihatin (sumber ROL). Malah, konon SBY sudah mengucapkan lebih dari seribu kali ungkapan prihatin selama masa kepemimpinannya (sumber forum detik).

Merespon sebuah kejadian dengan pilihan kata prihatin sesungguhnya sangat memalukan. Coba cek makna prihatin. Kita ambil rujukan kamus Bahasa Indonesia saja deh. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) menempatkan pri-ha-tin sebagai kata sifat. Artinya kurang lebih begini: bersedih hati, was-was, dan bimbang.

Nah, jelas memberitahu orang bahwa kita prihatin itu bukan sikap melainkan sekedar promosi kalau sedang sedih, was-was, atau bimbang.

“Eh, tapi bukan begitu maksudnya,” engkau pasti tergoda ingin membela. Prihatin dalam hal ini sebenarnya lazim dipakai dalam tatanan bahasa diplomatis kenegaraan. Kurang lebih prihatin yang disebut pak presiden itu mengadopsi pilihan kata concerned. Sama-sama kata sifat dan kalau dicari di kamus artinya juga mirip-mirip prihatin.

Tapi engkau lupa teman, concerned itu juga bermakna kata kerja (kalau ditambahkan objek). Misalnya saat ada teman yang sedang kesusahan, butuh bantuan biaya atau apapunlah itu. Dengan menggunakan ungkapan “I’m concerned with your problem,” serasa masih ada lanjutan dari ungkapan itu. Setidaknya ia masih menaruh perhatian dan moga-moga ada upaya meringankan. Paling tidak ada sikap yang ia tunjukkan.

Pada keadaaan yang sama, kita pakai ungkapan “Saya prihatin dengan keadaanmu.” Ini serasa bermakna, ya sudah saya sedih dan silakan tuntaskan sendiri masalah Anda. Makna prihatin yang seolah melepas tanggung jawab itu melekat kuat dalam benak kita, makanya setiap Presiden SBY ucapkan prihatin, jarang yang memberikan apresiasi. Melayangkan cacian sih tak usah dihitung.

Makanya, lain kali kalaulah saya boleh usul. Presiden kan sudah cas-cis-cus tuh Bahasa Inggrisnya. Jika ingin menghindar dari “kutukan” prihatin, pakai saja terminologi I’m concerned with. Tapi konsekuensinya memang harus diteruskan, apakah membantu, menolong, menolak, menyerang, membalas, atau apapunlah. Sebab, menyatakan I’m concerned with bukan sekedar mengungkapkan kesedihan semata. Melainkan ada aksi berikutnya dari pernyataan itu.

Orang yang menggunakan kata prihatin memang bukan SBY seorang. Masih banyak yang gemar pakai kata prihatin. Masalahnya, bisa jadi itu karena ketularan pemimpinnya. Benar kan? Bisa jadi loh.

Jadi, kalau pemimpin-pemimpin kita nanti masih pakai kata prihatin, saya sungguh prihatin. 😀 ***

TINGGALKAN BALASAN