HomeHobiLari Gara-Gara Murakami

Lari Gara-Gara Murakami

-

PEMINAT karya sastra pasti tidak asing dengan Haruki Murakami, penulis asal Jepang yang paling terkenal dari negeri sakura itu. Karyanya mendunia, sudah diterjemahkan lebih dari 50 bahasa dengan penjualan fantastis. Salah satu kekhasan yang muncul di karya Murakami adalah tokoh yang kesepian dan penuh kesedihan tapi dibungkus dengan cerita yang menarik. Sebagian kisah yang ia tulis malah menyerempet pada keputusan-keputusan bunuh diri. Tak heran banyak yang penasaran dengan kepribadian Murakami di dunia nyata. Beberapa pengulas dan kritikus sasatra menduga ia sama menyedihkan dengan tokoh yang ia ceritakan di novel-novelnya.

Sebenarnya kita bisa mengenal lebih dekat Murakami dengan memoar yang ia tulis. Karya Murakami mayoritas memang fiksi, tapi ia juga menelurkan buku non fiksi. Setidaknya ada dua buku non fiksi Murakami yang pernah diterbitkan, salah satunya memoar hidupnya yang berjudul What I Talk About When I Talk About Running. Penerbit Mizan pernah menerjemahkan buku ini tapi judulnya tidak ikut diterjemahkan, tetap menggunakan judul berbahasa Inggris. Ada hal yang menarik perihal pilihan judul itu. Murakami ternyata sengaja “mencontek” judul itu secara sah dari buku kumpulan cerita pendek favoritnya, yaitu What We Talk About When Talk About Love karya Raymond Carver. Murakami juga memilih judul salah satu bukunya yang paling terkenal yaitu Norwegian Wood yang diambil dari lagu The Beatles.

Lewat buku ini Murakami menceritakan perjalanan hidupnya melalui sudut pandang hobinya berlari. Sebuah pilihan yang cerdik, karena sebagai penulis agaknya terlalu berlebihan jika ia menulis kisah hidup dalam bentuk biografi.

Murakami piawai sekali menceritakan perihal berlari dengan cara yang reflektif. Lari memang olah raga yang membutuhkan kedisiplinan tinggi, kondisi fisik prima, teknik yang tepat, dan perlengkapan yang memadai. Tapi Murakami lebih mengedepankan pemaknaan yang mendalam dalam setiap cerita berlarinya. Ia ambisius dalam berlari, tapi tidak terlalu mengedepankan aspek prestatif yang banyak dikejar pecinta lari. Murakami menekankan pentingnya perlengkapan yang memadai tapi tidak menjebakkan diri belanja ini-itu, walau ia sendiri rutin ikut lomba. Seperlunya saja kata Murakami. Ia malah mengambil pemaknaan yang filosofis sehingga berlari bisa menjadi lebih lekat dalam benak sebagai jalan terbaik menjaga kesehatan fisik dan mental. Dan yang penting tetap murah.

Alasan Murakami Berlari

Ia berkisah bahwa karirnya sebagai penulis novel sangatlah tidak sehat. Harus duduk berjam-jam dan perlu asupan bercangkir-cangkir kopi. Jadwal tidur berantakan karena ide meminta segera ditumpahkan dalam wujud tulisan. Banyak penulis era sebelum Murakami dan sezamannnya malah lebih ekstrem menempuh jalan hidup. Ada penulis yang merasa perlu melepaskan diri kehidupan sosial, bahkan memilih berpisah dari pasangannya. Ada pula yang kecanduan minuman keras. Bahkan tak sedikit penulis terkenal mengambil keputusan mengakhiri hidupnya sendiri. Sebuah dunia yang keras ternyata.

Jadi, bagi Murakami berlari adalah jalan yang ia pilih untuk terus produktif berkarya tapi tetap sehat (fisik dan mental). Lewat berlari ia jadi lebih tertib menjalani pola hidup yang sehat, apalagi sebagian karyanya mengambil tema yang menyedihkan. Berlari–terutama jarak jauh–hampir sama seperti menulis terang Murakami. Penulis sangat membutuhkan motivasi internal yang kuat, bekerja dalam sepi, dan tak silau dengan validasi eksternal. Berlari pun modal dasarnya sama kata Murakami.

Murakami mengaku bukan pelari hebat. Malah ia menyematkan diri sebagai pelari medioker. “Tapi bukan itu intinya,” tegas Murakami. Yang paling penting adalah bagaimana tetap setia memperbaiki diri terus menerus.

Pernah Kapok Berlari

Ada satu topik menarik yang dibahas oleh Murakami, yaitu soal runner blues. Pada pengalaman pertamanya menempuh lari ultra marathon ia terlalu memaksakan diri. Tubuhnya sudah ambruk, kram berkali-kali, tapi ia tak mau menyerah. Jangankan menyerah, berjalan pun ia tak ingin.

Ini lah gengsi Murakami yang tak perlu diikuti. Di buku ini malah Murakami sudah menulis rencana nisan kuburannya: “Haruki Murakami (1946 – 20**) – Writer (and Runner) – At Least He Never Walked.”

Prinsip yang sesungguhnya sangat menyesatkan dan bertentangan dengan nasihatnya sendiri bahwa yang penting adalah memahami diri sendiri dan tidak terlalu memaksakan. Tapi begitu berlari ia sama sekali tidak mau berjalan, harus tetap lari. Murakami yang kontradiktif. Jadilah Murakami menghadapi runner blues tadi: kapok tidak mau lari dalam beberapa bulan. Murakami berada dalam kondisi mental terpuruk, ia merasa sudah usai dengan berlari. Ketika hendak memulai olah raga lagi, Murakami harus pindah cabang dulu ke triatlon karena sudah terkena sugesti runner blues. Padahal triatlon juga punya unsur berlari, nah… ini lagi letak ketidak konsistenan Murakami dalam mengulas pengalaman berlarinya.

Berlari dan Menua

Dari sekian banyak bacaan tentang berlari, buku What I Talk About When I Talk About Running rasanya yang paling bergizi untuk dibaca. Ada muatan teknisnya, tetapi jauh lebih banyak aspek pemaknaan yang membantu kita tetap bertahan konsisten menjaga kesehatan lewat berlari. Refleksi-refleksi yang ia tuliskan sangat nyata dan relevan bagi mereka yang memulai berlari dan mempertahankan gaya hidup berlari. Banyak pertanyaan yang kerap muncul saat sudah dihinggapi rasa malas dan Murakami mengulas itu semua sehingga ceritanya terasa dekat.

Ia juga mengulas kegundahannya karena semakin tua kok semakin lemah. Padahal hal itu alamiah saja. Tapi orang justru banyak mengambil alasan usia menua untuk mengurangi aktivitas olah raga lalu berhenti sama sekali. Alih-alih mengikuti kegundahan itu, Murakami malah menegaskan bahwa semakin menua justru kita harus tetap mempertahankan kebugaran tubuh selama mungkin.

Dengan bijaksana Murakami menutup bagian akhir bukunya dengan nasihat tujuan utama berolah raga adalah meningkatkan dan menjaga kondisi fisik agar tetap bisa melalui hari-hari dengan gembira dan seimbang. Ia mengatakan setiap orang harus membangun standarnya sendiri dalam berlari, tidak perlu risau dengan kecepatan dan kemampuan orang lain. Murakami mengaku menulis buku itu untuk membekukan standar yang ia bangun. Memang terlalu tinggi bila mengikuti standar Murakami, tapi Murakami berhasil membuat kita meneguhkan alasan kenapa harus tetap bergerak dan berlari. Buku yang layak dibaca, bahkan kalau perlu lebih dari sekali.

Tulisan sebelumnya
Tulisan berikutnya

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

Latest Post