Aku belum pernah nulis tentang anakku di blog ini.

Empat bulan lalu, anakku ulang tahun yang kedua. Fathin namanya. Kami baru sepakat mengenai namanya hampir sebulan sejak kelahiran Fathin. Praktis, sejak lahir hingga mendapat nama ia hanya dipanggil Dede’.

Kini Fathin telah berusia dua tahun lebih. Pengalaman menjadi ayah benar-benar luar biasa. Fathin lahir persis setelah adzan subuh berkumandang. Aku ikut menemani perjuangan bundanya saat melahirkan Fathin. Kalau engkau ikut menyaksikan penderitaan yang dialami seorang ibu saat melahirkan, engkau akan mengerti kenapa surga itu ada di telapak kaki Ibu.

Aku merasakan getaran cinta yang teramat sangat saat pertama menggendongnya. Meletakkan tubuh mungil itu di sisi bundanya dan segera melakukan inisiasi menyusui dini. Detak jantungnya adalah irama terindah yang pernah aku dengar. Tangis pertamanya adalah bahagia tiada tara. Saat adzan kukumandangkan di telinganya, Fathin terdiam. Sampai di usia dua tahun ini pun Fathin selalu tertegun diam kalau dengar adzan di tv.

Dua tahun kami menyaksikan pertumbuhannya. Tak bisa tidur ketika ia sedang sakit. Ingin rasanya sakit itu dipindahkan saja ke tubuhku. Terjatuh saat ia belajar berjalan dan berlari bukan sekali dua kali. Sering ia produksi tangis tanpa kenal tempat dan waktu.

Fathin Ahda Dewantara

Bagiku, kehadirannya adalah rahmat terindah. Dengan segala riuh rendah pengalaman bersamanya. Kini aku mengerti makna buah cinta. Buah tak selalu terasa manis. Tapi dengan cinta semua indah rasanya.

2 KOMENTAR

  1. Pak Irfan …

    Aul baca artikel di website ini, baru sadar kalau ini website yg ditulis bapak 😀 haduh… lucu pak ceritanya, ditunggu cerita yg berbeda dari anak bapak yg kedua 😀

Tinggalkan Balasan ke irfan Batal balasan