Jam sudah nyaris pukul 3.30. Kami masih rapat di kantor. Padahal jam 4 band kami harus mengisi acara di Ujungberung – Bandung. Akibatnya terpaksa buru-buru sambil tergesa-gesa. Pacu sepeda motor melewati jalan tikus di daerah kebaktian, berkelok-kelok dan banyak polisi sedang tidur melintang di jalan. Tiba-tiba sudah tembus di bypass Sukarno Hatta, tepatnya di seberang Makro. Beruntung saya hapal jalan motong ini, kalau tidak pasti sudah terjebak macet di Kiaracondong.

Mendapati perempatan gedebage, kami ambil jalur kiri dan menikung ke kiri juga. Lagi-lagi jalan tembus ke Ujungberung lewat jalan rumahsakit. Menjelang ujung jalan rumah sakit saya lihat jam, wah sudah hampir telat. Belum ngurus-ngurus sound dan segala macam jenis persiapan lainnya. Panik dan kalut pun tak terhindarkan. Ingin cepat-cepat sampai.

Tepat diujung jalan rumah sakit itu saya lantas belok kanan. Tapi ternyata disana ada polisi lalu lintas dan lantas juga menghentikan laju sepeda motor saya. Pak Polisi bertanya “Dari mana dan hendak kemana?“. Saya tak langsung jawab, karena saya sedang menahan ketawa. Baru kali ini polisi mengeluarkan pertanyaan seperti itu. Seperti sinetron saja. Memang benar tak saya jawab, karena bingung menjawabnya.

Akhirnya dia rampas STNK dan SIM saya. Lalu diberikan ke temannya yang sudah menunggu di pos. Dia pasang wajah angker, pasti berharap saya akan takut. “Sudah tau apa salahnya Pak?“, itu pertanyaan pertama yang saya dengar darinya. “Sudah, ga boleh belok kanan“, saya ingin cepat-cepat saja karena waktu sudah mendenting semakin keras.

Kerja dimana Pak?

Kiaracondong“, jawab saya

Sebagai apa?

Buruh pabrik“, ini sengaja berbohong. Mudah-mudahan tak membatalkan puasa saya.

Ada waktu untuk sidang hari jum’at?“, ah saya tau ini cuma trik. Apalagi sang bapak lantas menulis pelan-pelan sekali di formulir tilang. Mungkin berharap saya akan mengeluarkan sebuah permohonan untuk menyelesaikan masalah ini di tempat saja.

http://pungli.wordpress.com/2007/03/11/kena-tilang/
Ditilang (bukan gambar saya), Sumber foto : http://pungli.wordpress.com/2007/03/11/kena-tilang/

Bisa Pak, nanti saya minta izin sama bos.

Wah, sidang itu bisa berjam-jam loh Pak. Nanti mengganggu pekerjaan Bapak“, dia mulai mempertegas jurusnya agar saya memohon. Dia masih menulis pelan-pelan. Saya jadi ingat saat kelas 1 SD dulu. Menggoreskan huruf satu persatun dengan slow motion.

O, ga apa-apa Pak. Bos saya baik kok.

Maksud saya, kalau Bapak tidak ada waktu bisa kita selesaikan disini“, nadanya agak meninggi sedikit. Ingin sekali bertampang lugu dan tampak bodoh disana sekedar untuk ‘ngerjain’ pak Polisi. Tapi saya sudah diburu waktu.

Pak, ditilang saja. Tapi jangan lupa tuliskan nama Bapak disitu ya…“. Si Bapak agak ‘keder’ juga, tapi dia sudah terlanjur menulis namanya dan menandatanganinya.

Akibatnya saya harus sidang (lagi). Seperti film india. Masuk ruangan, ditanya pak Hakim, mengaku bersalah, bayar denda, dan ambil sim yang ditilang. Lalu pulang sambil bertobat dalam hati.

Tapi.tapi… Bagaimana kalau saat ditanya pekerjaan, saya menjawab wartawan, atau saya bilang saja saya menantu kapolda? Mungkinkah saya akan ditilang? Suatu saat nanti akan saya coba buktikan.

BAGIKAN
Tulisan sebelumnyaNestapa Partition Magic
Tulisan berikutnyaMasih ABG

2 KOMENTAR

  1. knapa gak skalian ditulis waktu sidang ternyata pak polisi belum menyerahkan sim ke pengadilan.
    pak polisinya kan jg gak bertanggung jawab tuh..

  2. iya nih, udah capek-capek nunggu sidang. Beneran berjam-jam, ternyata sang polisi yang menilang itu belum menyerahkan berkas ke pengadilan. Jadinya harus bercapek-capek ke kantor polisi lagi ngambil SIM. Bagaimana kita bisa hormat sama polisi kalau seperti ini? tapi ga apa-apalah, mungkin itu cuma polisi yang bernama oknum. Kalau sudah tua dia bernama ompung.

TINGGALKAN BALASAN