Bersama teman-teman kami pernah mengontrak rumah di daerah Sarijadi – Bandung. Ketika itu masih pada lajang semua. Ada keponakan salah seorang diantara kami yang sering berkunjung. Namanya Kia. Saat itu umurnya sekitar 3 atau 4 tahun. Jadi sedang lucu-lucunya.

Saya dan Kia cepat akrab. Sering bermain bersama. Setiap ke rumah dia selalu menghampiri saya dan minta di dongengin. Saya memang suka sekali mendongeng ke anak-anak. Kia adalah salah satu “korbannya”.

Om… terusin lagi ceritanya“, katanya. Sudah sebulan kami tidak bertemu, tapi Kia merasa masih ada kelanjutan dari dongeng yang saya karang sesuka hati itu. “Sampai mana kemarin Kia?“, saya saja sudah lupa gimana ceritanya. “Itu…, sampai si burung elang mencuri anak tikus di bawah pohon“, bla..bla… Kia mereview lagi cerita yang didengarnya bulan lalu. Detail betul, meski alurnya masih loncat-loncat.

oke.. mari kita lanjutkan“, saya harus mengarang lagi. Suka-suka saya saja. Kalau saya sedang mendongeng biasanya Kia duduk berhadapan dengan saya atau minta dipangku. Setelah cerita selesai akibat saya kehabisan ide, Kia mulai nanya macem-macem.

Om, kenapa elangnya mau makan tikus?, kan tikus jorok

Om, siapa yang masak makanan untuk keluarga tikus?. Kan ibunya ga ada

Om, kenapa tikus tinggalnya di dalam pohon?”

Dan berbagai jenis pertanyaan lainnya, yang tampaknya ga penting. Aduh…, saya jawab saja sesuka saya. Soalnya kalau dijawab panjang lebar capek juga, kemudian belum tentu dia mengerti.

Itulah yang sering dialami oleh orang tua. Pertanyaan ga penting dari anak-anak. Darimana datangnya bayi, kenapa ayah punya kumis sedangkan ibu enggak, kenapa ga boleh mandi hujan. Dan biasanya kita agak malas menjawabnya. Salah satu senjata andalan adalah “awas nanti ditangkap polisi“, “awas nanti ada hantu“, dan segala bentuk ketakutan yang kita sematkan agar mereka tak mau bertanya lagi.

Padahal apapun yang kita lakukan dan kita katakan akan mereka rekam. Mungkin tak terungkap secara lisan hasil rekaman itu, tapi ia akan tersimpan apik dalam alam bawah sadarnya. Anak yang takut hantu, saya percaya masa kecilnya sering ditakut-takuti oleh terminologi hantu. Anak yang paranoid dengan kucing juga pasti pernah trauma atau pernah ditakut-takuti dengan kucing.

Contohnya Kia, sampai sekarang dia masih ingat segala jenis dongeng yang pernah saya sampaikan. Bahkan ke hal yang saya tipu-tipu. Saya merasa berdosa juga karena sudah menjelaskan beberapa konsep yang salah padanya. Ketika ia bertanya tentang kenapa langit biru, saya jawab Tuhan mencat langit pake tinta berwarna biru. Soalnya susah juga ngejelasin konsep langit biru ke anak-anak. Tapi beberapa tahun kemudian dia masih memegang konsep Tuhan mencat langit itu. Wah, gawat juga kan.

Jadi saya berkesimpulan, setidaknya kita menjelaskan pertanyaan mereka dengan konsep yang tidak menyimpang. Kenapa? saya coba cuplik sebuah fakta yang disampaikan salah seorang profesor pendidikan dari universitas chicago. Namanya Om Benyamin’s Bloom.

  • 50% dari semua potensi hidup manusia terbentuk ketika kita berada dalam kandungan sampai usia 4 tahun
  • Lalu 30 % potensi berikutnya terbentuk pada usia 4 – 8 tahun.

Jadi jangan bohongi mereka. Karena meskipun saat anak-anak mereka belum mengerti betul akan konsep dan defenisi yang kita jelaskan. Itu akan tersimpan dalam alam bawah sadar mereka. Dan tak bisa dipungkiri akan membentuk karakter mereka.

***

Suatu ketika lagi, saya tidur bersama Kia. Supaya cepat tidur, saya dongengi lagi dia. Tapi sudah 1 jam saya cuap-cuap matanya masih segar betul. Menikmati cerita-cerita aneh dari saya. Akhirnya saya kecapean.

Kia, gimana kalau gantian dongeng?“, kata saya. Saya sudah ngantuk sekali. Sedangkan dia belum ada tanda-tandanya. Kia pun mulai mendongeng. Entah apa saja yang dia ceritakan. Semuanya dicomotnya dari berbagai cerita yang sudah pernah saya sampaikan. Termasuk bagian tipu-tipunya. Saya pun tertidur dalam dongengan Kia.

5 KOMENTAR

  1. hehehehe
    bang irfan suka bohongi anak-anak!!!
    nanti ke anak sendiri jangan bohong lagi ya bang

    bang irfan ini adaaaaa aja ceritanya…
    makin soor awak baca blog nya

  2. Itulah yang menyebabkan saya insaf pak Rudi. itu juga yang membuat saya menulis ini biar suatu saat nanti saya bisa sabar menjawab pertanyaan anak-anak tanpa membohongi mereka.
    salam bahagia selalu dari sini untuk Medan sekitarnya.

  3. betul sekali, apalagi yang mendongeng istriku. he..he..
    Ummi bagira baik sekali mau berkunjung kesini. Apa kabar dikau disana?

Tinggalkan Balasan ke bangirfan Batal balasan