“Sudahlah, aku ingin menyerah saja”

“O ya?, baiklah… Aku akan bilang ke orang-orang kalau kau sedang sakit. Mungkin mereka justru akan merasa senang”

“Tapi kau tau kan aku tidak boleh menyerah?”

“Ya… aku tahu persis. Aku hanya ingin memastikan bahwa engkau juga tahu”

Be Your Self
Be Your Self

Itulah kira-kira secuplik dialog yang paling saya suka di film The Legend of Bagger Vance.

Film ini mengisahkan tentang Ranulph Junuh, si anak muda frustasi namun sangat berbakat dalam olah raga golf. Ia mengurung diri sehabis pulang dari tugas di medan perang dan saban hari hanya mabuk-mabukan.

Pada tahun 1930, ketika Amerika dilanda resesi ekonomi hebat dan meruntuhkan sendi-sendiri ekonominya, mantan pacar Junuh mengadakan turnamen golf bergengsi. Adele namanya, ia seorang putri jutawan yang ingin memperbaiki ekonomi daerah tempat tinggalnya. Junuh yang lama pensiun dari golf didaulat mewakili daerahnya melawan jagoan golf di era itu, Bobby Jones dan Walter Hagen.

Awalnya Junuh enggan ambil bagian, tetapi semua orang mendukungnya. Ia pun berlatih lagi di lapangan golf Savannah, Georgia. Tapi skill golfnya sudah menguap. Di tengah upaya yang tampaknya sia-sia itu, tiba-tiba muncul Bagger Vance yang dibintangi Will Smith. Vance menawarkan diri menjadi caddy untuk Junuh. Tetapi alih-alih jadi pembantu, Vance malah lebih banyak berperan menjadi mentor bagi Junuh.

Akhirnya pertandingan pun dimulai. Di putaran pertama Junuh terseok-seok dan tampaknya peluang untuk menang sangat kecil. Ia frustrasi dan berniat untuk berhenti di tengah pertandingan, lalu terjadilah dialog saat istirahat seperti kutipan di atas.

Dalam membimbing, Bagger Vance tidak menggurui Junuh. Ia tipikal mentor yang shows the way. Vance menyadarkan Junuh dengan cara mengajak menyelami samudra kebijaksanaan. Meski hanya seorang caddy, tetapi dalam film ini ia berperan sebagai seorang mentor sejati.

Kadang-kadang kita memang sudah memiliki jawaban atas permasalahan yang kita hadapi. Tinggal perlu “menyentilnya” sedikit saja.

1 KOMENTAR

  1. menyerah (dan putus asa)..
    harusnya masuk kategori ‘dosa’
    kenapa?
    tau ah, lagi meracau sajahhhh..hehe =)

    Saya setujuh…
    he..he… lebih dosa lagi kalau pake merica.

Tinggalkan Balasan ke suripin Batal balasan