Ingin pakai aku..

Aku punya pengalaman masa kecil yang akan selalu kuingat. Kisah yang kadang membuatku tersenyum sendiri saat teringat kejadian itu. Ibu juga suka tersenyum dengan bola mata yang berkaca-kaca ketika hal itu terungkap dalam pembicaraan kecil kami.

Entah kenapa sejak kecil aku merasa canggung jika ingin minta sesuatu ke Ibu atau Ayahku. Padahal minta dibelikan sepatu, tas, atau buku bukanlah hal yang istimewa. Tapi ada rasa tidak tega bila aku meminta lalu membuat Ibu harus mengeluarkan uang untuk memenuhi permintaanku itu. Bahkan hingga mahasiswapun, ayah sering “marah” bila akan mengirimkan duit bulananku, karena saat ditanya berapa duit yang akan dikirim aku pasti bilang “terserahlah berapa saja”. Barangkali beliau bingung berapa jumlah dana dibutuhkan seorang mahasiswa, ia tak pernah mengenyam kehidupan seorang mahasiswa. Aku tak pernah mau bilang kebutuhanku yang sebenarnya.

Sepupuku, teman-temanku, dan banyak orang yang kukenal biasanya akan mendapat hadiah khusus saat mereka dapat 5 besar di akhir caturwulan. Di keluarga kami tradisi seperti itu memang tak ada.

Kadang aku ingin sekali punya tas kegemaranku atau ingin beli sepatu yang sedang nge-trend. Tapi rasanya tenggorokanku tersekat saat mau bilang ke ayah atau ibu kalau aku ingin dibeliin barang-barang seperti itu. ‘Sangkin’ susahnya, aku pernah jatuh sakit karena benar-benar ”kesemsem” pada sebuah tas berbahan semi kulit yang bertuliskan “ Korea University”, tapi tak sanggup minta ke Ibu. Aku masih ingat betapa tas itu telah membiusku untuk memilikinya, tapi aku tak sanggup minta dibelikan. Ada keingingan yang membuncah, tapi tertekan oleh rasa segan yang tak kalah besarnya. Kepikiran siang dan malam.

Aku jatuh sakit karena rasa cinta akan tas itu, dan berpikir keras bagaimana aku bisa mendapatkannya. Akhirnya aku beranikan diri untuk minta tapi dengan cara menuliskan lewat surat.

Jadilah aku tulis surat itu. Kupilih kertas terbaik yang aku punya, kuukir katanya dengan sepenuh hati, kulipat kertasnya ala lipatan surat cinta, dan kubungkus dengan amplop bertuliskan.

“Untuk Papa & Mama tersayang

-Irfan-”

Pagi-pagi sekali, sebelum aku pergi sekolah. Surat itu kuselipkan di bawah bantal mereka. Saat ibu akan membereskan tempat tidur nanti beliau pasti menemukan surat itu batinku. Aku berangkat sekolah jauh lebih pagi dari biasanya.

Benar saja, sepulang sekolah di atas bantalku sudah ada sebuah tas yang kuidam-idamkan selama ini. Tas semi kulit dengan kombinasi coklat dan hitam. Di bagian depannya ada bordiran logo dengan tulisan “ Korea University”. Betapa senang hati ini. Tas itu lantas kupeluk.

Tidak ada surat balasan, tidak ada komentar dari Ibu atau Ayah. Aku pun jadi segan bilang “terima kasih”. Jadi kutuliskan saja ucapan terimakasih singkat lewat surat di bawah bantal ibu esok pagi. Kejadian itu begitu datar, bahkan kakakku tak tahu kalau hari itu aku dibelikan sebuah tas baru.

Setelah aku tumbuh dewasa baru Ibu bercerita betapa ia terharu saat mendapatkan surat di bawah bantalnya. Bertahun-tahun aku selalu meminta sesuatu lewat surat. Dan ternyata, kata Ibu, setiap hari mereka selalu menanti surat-suratku di bawah bantal. Seperti seorang kekasih yang menanti-nanti surat cintanya tiba.

Masa SMU dan kuliah aku masih sering mengirim surat ke Ibu. Tapi, sejak hp merevolusi cara kita berkomunikasi romantisme itu juga pudar. Kalau aku pulang ke rumah, aku masih lihat surat-suratku tersimpan rapi sekali di kamar Ibu.
I love U mom..

BAGIKAN
Tulisan sebelumnyaBiasnya Anti Terorisme
Tulisan berikutnyaCuriga Maling

4 KOMENTAR

TINGGALKAN BALASAN